aplikasi fiqh perbankan syariah dalam akad wadiah


APLIKASI FIQH PERBANKAN SYARIAH DALAM AKAD WADIAH
DI BANK MUAMALAT INDONESIA
CABANG DJUANDA 

Devina Mahmudah
1133020049


A.           Pendahuluan

Wadiah dalam UU No. 21 tahun 2008 merupakan salah satu sarana berupa akad yang dipergunakan oleh Bank Syariah, UUS, dan BPRS untuk menghimpun dana.[1] Kegiatan penghimpunan dana tersebut dilakukan dalam bentuk simpanan atau investasi. Simpanan bisa berupa giro, tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan akad wadiah.
Bank syariah sebagai pihak yang menerima simpanan dari nasabah dengan akad wadiah bertanggung jawab atas keselamatan simpanan tersebut. Jika tanggung jawab tidak bisa dijalankan dengan berbagai alasan, maka bank bertanggung jawab untuk menggantinya. Kaidah mengatakan, bahwa setiap akad yang mengsyaratkan tanggung jawab untuk menjaganya maka disyaratkan pula bertanggung jawab jika objek akad hilang atau rusak ( كل عقد يجب الضمان فىصحيحة يجب الضمان فى فا سده ).[2]
Salah satu bank syariah yang telah menerapkan akad wadiah dalam kegiatan operasionalnya adalah Bank Muamalat Indonesia. Untuk itu penulis melakukan observasi di bank tersebut untuk lebih mengetahui mengenai penerapan fiqh perbankan syariah dalam  akad wadiah. 


                 B.                Pengertian Akad Wadiah

Ada empat pengertian al-wadiah dilihat dari makna bahasa, yaitu: penitipan (الايداع); sesuatu yang disimpan di orang lain untuk menjaganya(ماوضععندغيرمالكه ليحفظه) ; meninggalkan  ( الترك); dan perwakilan dalam pemeliharaan harta (وكالةفىالخفظ). Secar aterminologi, para ulama mendekati al-wadiah dengan dua pendekatan; yaitu al-wadiah dalam arti proses akad (الايداع); dan barang yang dititipkan (الاشيىءالمودوع). Perbedaan terlihat ketika mereka merumuskan terminologi konsep ini serta istilah teknis yang dipergunakan sebagai key word. Kata kunci yang dipergunakan oleh Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah dalam mendefinisikan al-wadiah sebagai الايداع ialah “perwakilan” (التوكيل) , sedangkan Hanafiah mempergunakan istilah “penguasaan” (تسليط). Adapun al-wadiah dalam arti barang yang dititipkan (الاشيىءالمودوع), di antara mereka tidak nampak perbedaan yang mencolok, yaitu harta milik yang berpindah pemeliharaannya kepada orang lain yang memperoleh penitipan.
Dampak dari perbedaan kata kunci adalah berbedanya rumusan terminologi Al-Wadiah. Malikyah mengatakan, Al-Wadiah adalah proses mewakilakan penjagaan harta. Menurut Syafi’iyah, al-wadiah ialah transaksi atau akad yang diperlukan untuk menjaga harta yang dititipkan. Bagi Hanabilah, al-wadiah yaitu pendelegasian wewenang untk menjaga barang yang dititipkan secara seksama. Sedangkan menurut Hanafiah ialah memberikan kekuasaan kepada seseorang untuk menjaga harta yang dititipkan kepadanya, baik secara jelas, maupun isyarat petunjuk. Meskipun rumusan definisi tampak berbeda, namun semuanya mengacu kepada pengertian al-wadiah sebagai transaksi atau akad, makna terminology yang paling umum ialah :
تو كيل من الما لك او نا ءبه للا خر بخفظ الما ل
Pendelegasian wewenang dari pemilik harta atau yang mewalikinya kepada orang lain untuk menjaga dan memeliharanya.
Pendelegasian wewenang dan penitipan barang itu bersifat murni, dan oleh karenanya, al-wadiah diartikan titipan atau simpanan murni dari satu pihak ke pihak yang lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan jika penitip menghendaki.
              Paparan fuqaha mengenai pengertian al-wadiah di atas memberikan inspirasi kepada para penyusun UU Perbankan Syariah untuk menjadikannya sebagai salah satu materi UU. Makna al-wadiah yang dijadikan teknik operasional kegiatan Perbankan Syariah untuk menjadikannya sebagai salah satu materi UU. Makna al-wadiah yang dijadikan teknik operasional kegiatan Perbankan Syariah termaktub dalam penjelasan UU No. 21 tahun 2008 Pasal 19 ayat (1) huruf a yaitu: ‘Akad penitipan barang atau uang antara pihak yang mempunyai barang atau uang dan pihak yang diberi kepercayaan dengan tujuan untuk menjaga keselamatan, keamanan, serta keutuhan barang atau uang.
              Wadiah dari segi tanggung jawab terbagi dua: pertama, wadiah yad ad-dhamanah, ialah penitipan barang kepada pihak lain yang selama belum dikembalikan kepada penitip, pihak yang menerima titipan diperbolehkan memanfaatkan barang titipan. Keuntungan dari pemanfaatan barang menjadi hak penerima titipan, dan kepada pemilik dapat diberikan bonus yang tidak disyaratkan sebelumnya. Akan tetapi, jika barang tersebut mengalai kerusakan atau hilang maka penerima titipan bertanggung jawab atas hal tersebut; dan kedua, wadiah yad amanah, ialah penitipan barang kepada pihak lain dan barang ersebut tidak boleh dimanfaatkan oleh penerima titipan. Jika terjadi kerusakan maka pihak yang menerima titipan tidak tertuntut tertanggung jawab atas kerusakan tersebut. Ia adalah titipan murni, tetapi sebagai konvensasi tanggung jawab pemeliharaan penitip dapat dikenakan biaya penitipan.[3]

              C.               Dasar Hukum Akad Wadiah

a.       Al-Qur’an
   Dasar hukum wadiah terdapat dalam firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surat an-nisaa ayat 58 dan surat Al-Baqarah ayat 283, yaitu sebagai berikut :
إِنَّ ٱللَّهَ يَأۡمُرُكُمۡ أَن تُؤَدُّواْ ٱلۡأَمَٰنَٰتِ إِلَىٰٓ أَهۡلِهَا ......
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya” (annisa ayat 58)
فَإِنۡ أَمِنَ بَعۡضُكُم بَعۡضٗا فَلۡيُؤَدِّ ٱلَّذِيٱؤۡتُمِنَ أَمَٰنَتَهُۥ وَلۡيَتَّقِ ٱللَّهَ رَبَّهُ....
“…. Jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya...” (Al-Baqarah: 283)
 
b.      Al-Hadits
عن ابى هريرة قال: قال النبي صلى اللهم عليه وسلم اد الامانة الى من ائتمنك ولاتخن من خانك
 Artinya: Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rosulullah SAW bersabda,   “Sampaikanlah (tunaikanlah) amanat kepada yang berhak menerimanya dan jangan membalas khianatkepada orang yang telah menghianatimu.” (HR Abu Dawud dan Menurut Tirmidzi hadits ini hasan, sedang Imam Hakim mengategorikannya sahih).

                D.             Fatwa Dewan Syariah Nasional-MUI

Ketentuan fatwa DSN-MUI tentang wadiah antara lain sebagai berikut :
Dewan Syari’ah Nasional telah mengeluarkan ketentuan mengenai giro yang dapat diterapkan dengan sistem wadiah yaitu pada Fatwa DSN No. 01/DSN-MUI/IV/2000. Pada fatwa ini, giro yang berdasarkan wadi’ah ditentukan bahwa: (1) dana yang disimpan pada bank adalah bersifat titipan. (2) titipan (dana) ini bisa diambil kapan saja (on call). (3) tak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk pemberian (‘athaya) yang bersifat sukarela dari pihak bank.
Sedangkan tabungan diatur dalam fatwa DSN No. 02/DSN-MUI/IV/2000. Pada fatwa ini, disebutkan ketentuan mengenai tabungan yang berdasarkan wadiah, yaitu: (1) dana yang disimpan pada bank adalah bersifat simpanan. (2) simpanan ini bisa diambil kapan saja (on call) atau berdasarkan kesepakatan. (3) tidak ada imbalan yang disyaratkan kecuali dalam bentuk pemberian (‘athaya) yang bersifat sukarela dari pihak bank.[4]

             E.                  Produk Bank Muamalat Indonesia yang Berlandaskan Akad Wadiah

Produk penghimpunan dana di Bank Muamalat Indonesia meliputi sebagai berikut :
1.               Shar­-‘e
Shar-‘e adalah tabungan instan investasi syari’ah yang memadukan kemudahan akses ATM, Debit dan Phone Banking dalam satu kartu dan dapat dibeli di kantor pos seluruh Indonesia. Hanya dengan Rp 125.000, langsung dapat diperoleh satu kartu Shar­-‘e dengan saldo awal tabungan Rp 100.000, sebagai sarana menabung berinvestasi di Bank Muamalat. Shar­-‘e dapat dibeli melalui kantor pos. diinvestasikan hanya untuk usaha halal dengan bagi hasil kompetitif. Tarik tunai bebas biaya di lebih dari 8.888 jaringan ATM BCA/PRIMA dan fasilitas SalaMuamalat. (phone banking 24 jam untuk layanan otomatis cek saldo, informasi history transaksi, transfer antara rekening sampai dengan 50 juta dan berbagai pembayaran).

2.              Tabungan Haji Arafah
Merupakan tabungan yang dimaksudkan untuk mewujudkan niat nasabah untuk menunaikan ibadah haji. Produk ini akan membantu nasabah untuk merencanakan ibadah haji sesuai dengan kemampuan keuangan dan waktu pelaksanaan yang diinginkan. Dengan fasilitas asuransi jiwa, Insya Allah pelaksanaan ibadah haji tetap terjamin. Dengan keistimewaan tersebut, nasabah Tabungan Arafah bisa memilih jadwal waktu keberangkatannya sendiri dengan setoran tetap tiap bulan, keberangkatan nasabah terjamin dengan asuransi jiwa, apabila penabung meninggal dunia, maka ahli waris otomatis dapat berangkat. Tabungan haji Arafah juga menjamin nasabah untuk memperoleh porsi keberangkatan (sesuai dengan ketentuan Departemen Agama) dengan jumlah dana Rp 32.670.000 (Tiga puluh dua juta enam ratus tujuh puluh ribu rupiah), karena Bank Muamalat telah on-line dengan Siskohat Departemen Agama Republik Indonesia. Tabungan haji Arafah memberikan keamanan lahir batin karena dana yang disimpan akan dikelola secara Syari’ah.

3.              Giro Wadi‘ah
           Merupakan titipan dana pihak ketiga berupa simpanan giro yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet, giro, dan pemindahbukuan. Diperuntukkan bagi nasabah pribadi maupun perusahaan untuk mendukung aktivitas usaha. Dengan fasilitas kartu ATM dan Debit, tarik tunai bebas biaya di lebih dari 8.888 jaringan ATM BCA/PRIMA dan ATM Bersama, akses di lebih dari 18.000 Merchant Debit BCA/PRIMA dan fasilitas SalaMuamalat. (phone banking 24 jam untuk layanan otomatis cek saldo, informasi history transaksi, transfer antar rekening sampai dengan 50 juta dan berbagai pembayaran).

                F.             Aplikasi Akad Wadiah di Bank Muamalat Indonesia Cabang Djuanda

Dalam berbagai produk penghimpunan dana yang disediakan Bank Muamalat Cabang Djuanda, pengaplikasian akad Wadiah hanya diterapkan dalam Giro Syariah dan tabungan syariah yang dapat ditemukan dalam produk Giro Muamalat Attijary, tabungan haji Arafah, dan tabunganku.[5]
1.              Giro Syariah
a.             Definisi
Giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat denan menggunakan cek atau bylet giro, sarana perintah lainnya atau pemindah bukuan.
b.            Akad Wadiah
Transaksi penitipan dana atau barang dari pemilik kepada penyimpan dana dan atau barang dengan kewajiban bagi pihak yang menyimpan untuk mengembalikan dana atau barang titipan sewaktu-waktu.
c.    Fitur dan mekanisme giro atas dasar akad wadiah
1)     Bank bertindak sebagai penerima dana titipan dan nasabah bertindak sebagai penitip dana.
2)    Bank dapa memberikan bonus athaya yang bersifat sukarela tanpa perjanjian yang mengikat.
3)    Bank dapat membebankan pada nasabah biaya administrasi berupa biaya-biaya yang terkait langsung dengan biaya pengelola rekening, antara lain biaya cek atau bylet giro, biaya materai, cetak laporan transaksi dan saldo rekening, pembukaan dan penutupan rekening.
4)   Bank atas persetujuan nasabah dapat mengelola dana yang dititipkan untuk disalurkan dalam bentuk pembiayaan kepada nasabah pembiayaan.
5)    Bank menjamin pengembalian dana titipan nasabah.
6)   Dana titipan dapat diambil setiap saat oleh nasabah.
Penjelasan :
A.   Nasabah menitipkan uang kepada bank melalui akad wadiah.
B.   Atas jasa penitipan tersebut nasabah membayar biaya administrasi.
C.    Atas persetujuan nasabah bank mengelola dana nasabah yang dititipkan ke bank untuk disalurkan dalam bentuk pembiayaan kepada nasabah pembiayaan.
D.   Nasabah sewaktu-waktu dapat melakukan penarikan dana yang dititipkan dan bank harus mengembalikan dana tersebut.

Contoh Produk :         Giro Muamalat Attijary IB
2.   Tabungan Syariah
a.    Definisi
Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek/bilyet giro, dan atau lainya dipersamakan dengan itu.
b.      Akad wadiah
Transaksi penitipan dana atau barang dari pemilik kepada penyimpanan untuk mengembalikan dana atau barang titipan sewaktu-waktu
c.       Fitur dan mekanisme tabungan atas dasar akad wadiah
1)       Bank bertindak sebagai penerima dana titipan dan dana nasabah bertindak sebagai penitip dana.
2)      Bank dapat memberikan bonus (ahtaya) yang bersifat sukarela tanpa perjanjian yang mengikat.
3)      Bank dapat membebankan kepada nasabah yang biayanya adimistrasi berupa biaya-biaya yang terkait langsung dengan biaya pengelolaan rekening, antara lain biaya cek/bilyet giro, biaya materai, cetak laporan transaksi dan saldo rekening.
4)      Bank atas persetujuan persetujuan nasabah dapat mengelola dana yang dititipkan untuk disalurkan dalam bentuk pembiayaan kepada nasabah pembiayaan.
`         5)    Bank menjamin pengembalian dana titipan nasabah.
6)   Dana titipan dapat diambil setiap saat oleh nasabah.

Catatan:
Perbedaan biaya adimistrasi dan biaya operasional
1.     Biaya adimistrasi tabungan adalah sejumlah dana yang dibayarkan nasabah kepada bank atas jasa dan layanan elektonik dan lainnya yang diberikan bank, seperti transaksi ATM, EDC, Debit, pembayaran,dll atas dasar akad ijaroh
2.       Biaya operasional adalah biaya yang harus dibayarkan oleh bank atas pengoperasiaan seluruh kegiatan perbankan, seperti biaya listrik, telekomunikasi, elektronik, transportasi, sewa aset, dll.

Penjelasan :
1.        Nasabah menitipkan uang kepada bank melalui akad wadiah.
2.       Atas jasa penitipan tersebut nasabah membayar biaya administrasi.
3.       Atas persetujuan nasabah bank mengelola dana nasabah yang dititipkan ke bank untuk disalurkan dalam bentuk pembiayaan kepada nasabah pembiayaan.
4.      Nasabah sewaktu-waktu dapat melakukan penarikan dana yang dititipkan dan bank harus mengembalikan dana tersebut.

Contoh produk : Tabungan haji arafah dan Tabunganku.

                G.                 Penutup

Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, wadiah merupakan salah satu akad yang digunakan dalam kegiatan penghimpun dana. Pada praktek di perbankan syariah, wadiah secara fungsional dikatagorikan menjadi dua, yaitu berdasarkan prinsip murni titipan dan investasi. Katagori pertama sering diaplikasikan berdasarkan akad yad dhomanah. Sedangkan katagori kedua, biasanya tergantung jenisnya, general invesment biasanya digunakan akad wadiah yad dhomanah, dan special invesmnet digunakan akad wadiah yad amanah.
Berdasarkan tinjauan literatur dan aplikasi wadiah pada Bank Muamalat Indonesi untuk sementara penulis menyimpulkan bahwa tidak ada hal yang menunjukkan ketidaksesuaian dengan prinsip-prinsip syariah. Walaupun demikian, secara praktek, masih sangat perlu untuk dikembangkan.


DAFTAR PUSTAKA

Atang Abdul Hakim,2011. Fiqih Perbankan Syariah. Bandung : PT Refika Aditama.
UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
Wirdyaningsih dkk, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2005.
Bank Muamalat, Paduan Skema Transaksi Berdasarkan Akad-Akad Syariah, 2013.




[1] UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Pasal 19 ayat (1) huruf a serta pasal 21 huruf c.
[2] Atang Abdul Hakim,2011. Fiqih Perbankan Syariah. Bandung : PT Refika Aditama. Hlm. 204.
[3] Atang Abdul Hakim,2011. Fiqih Perbankan Syariah. Bandung : PT Refika Aditama. Hlm. 205-208.
[4]Wirdyaningsih dkk, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2005, hlm. 104
[5]  Bank Muamalat, Paduan Skema Transaksi Berdasarkan Akad-Akad Syariah, 2013, hlm. 1-9.

Komentar

  1. Dafabet Casino Review - Is Dafabet legal in the UK?
    Dafabet Casino Review — Dafabet is one of jeetwin the most popular online casino brands in the world. The online casino has a 바카라 사이트 solid reputation and 다파벳 a great customer

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

TAHAP-TAHAP DALAM PENYUSUNAN KONTRAK

Pernyataan Standar Akuntansi Syariah (PSAK) Perbankan Syariah